2 Jan 2022

Surat Yang Tidak Akan Bisa Kusampaikan Padamu

Halo, kamu.

Kumenulis di halaman ini berharap dengan sangat kamu tidak akan pernah membacanya. 

Kumenulis di halaman putih ini, berharap dengan harapan sangat tinggi, bahwa kamu tidak akan pernah sekalipun merasa kamulah yang kutuju dari surat ini.

Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan, dan aku berharap aku tidak pernah berani mengungkapkannya padamu. Banyak hal yang membuatku sadar, dari berjuta orang di dunia, kamu yang dipilih Tuhan untuk membuatku lebih membuka mata dan tahu... bahwa perasaan tidak selalu harus ditunjukkan, dan tersampaikan.

Sebelumnya aku ucapkan banyak terima kasih pernah sebegitu terbuka padaku. Membuatku sadar, tidak hanya aku yang suka sekali berlebihan dalam berpikir. Membuatku sadar, kadang terbuka itu tidak baik. Membuatku sadar bahwa menyampaikan perasaan tidak harus selalu secara langsung.

Membuatku tahu, bahwa aku banyak sekali belajar darimu.. darimu yang sangat baik. Darimu yang entah kenapa dipertemukan Tuhan denganku yang buruk ini.

Apa kabarmu hari ini? Sudah tidur cukupkah? Sudah minum air putih berapa gelas dan botol? Semoga kamu, dimanapun dan apapun yang kamu kerjakan saat ini.. baik-baik saja.

Baru aku pahami beginilah rasanya merindukan untuk bisa menyampaikan sesuatu ke seseorang tanpa merasa patut untuk menyampaikan. Bahkan dalam kabut hitam kekalutan antara "haruskah kusampaikan" dengan "tidak boleh disampaikan", aku sedih karena lebih dari itu semua.. aku merindukan mimbar bincang denganmu. Sangat rindu hingga sekujur tubuhku menangis dan sakit.

Sedihnya lebih karena aku merasa wajib terbuka padamu, tapi hal yang ingin kusampaikan adalah hal yang hatiku sendiri melarang mulutku untuk menyampaikannya. Begitulah kira-kira sakitnya isi kepalaku sekarang, hai kamu.

Pilihan lainnya adalah perlahan-lahan melupakan keberadaanmu yang ternyata sudah begitu tinggi. Atau mencoba menganggapmu sebagai lalu-lalang orang lain yang hanya datang dan pergi di tahun-tahun kita bertambah tua. Aku sadar mungkin aku tidak ada maknanya buatmu. Meski maknamu sebaliknya. Iya.. ternyata sebaliknya.

Terima kasih juga untuk sudah melakukan hal-hal diluar nalar, yang kalau aku ingat.. mungkin kamu sedang mencoba melakukan apa yang kamu sebut act of love... dimana ternyata tanggapanku saat itu biasa saja. Aku minta maaf karena tidak peka-nya diriku untuk apa-apa yang kamu lakukan, dan setelah lama aku pikirkan, aku merasa kamu meninggikanku... dan aku senang diperlakukan demikian. Terima kasih dan maaf karena aku terlambat jatuh cinta. Iya.. maaf karena aku telah terlambat jatuh cinta padamu. Seperti cinta-cinta yang lain sebelum ini, aku terlalu bodoh karena terlambat sadar.

Mungkin di tahun ini Tuhan memintaku untuk belajar membalas dengan lebih cepat, mencoba jujur dengan lebih lugas, dan membalas kasih sayang Nya yang disampaikan lewat orang-orang yang lewat di lembaran hidup dan hariku lebih lugas tanpa malu-malu ala aku yang bodoh. Mungkin demikian adanya keberadaanmu, menjadi titik balikku yang buruk dan berhati hitam ini; iya.. mungkin memang aku yang lebih butuh kontemplasi dibanding kamu. 

Mungkin kita akan berjumpa di sisi pantai jingga itu ketika aku mencoba menikmati akhir hari...dimana aku mengingat canggungnya dirimu dan aku dengan egoisnya menghela nafas lega untuk hariku yang panjang dan melelahkan. 

Aku masih ingat. Senja yang indah. Senja yang ternyata aku rindu dan selalu tuntut untuk hadir menemaniku setiap kali aku kesana. Seperti aku yang saat ini dengan bodohnya merasa sangat merindukanmu dan kebersamaan yang canggung dan aneh itu.

Inilah hal-hal yang ingin aku sampaikan yang aku tidak ingin kamu tahu bahwa aku ingin menyampaikannya padamu. Egois? Silahkan katakan demikian. Karena sungguh aku tidak punya hak untuk menyampaikan ini padamu. Karena sungguh, dari awal lembar ini ada pun.. aku tidak boleh menyampaikannya.

Aku paham kamu akan menanyakan "memangnya kenapa?" 

Simpelnya begini, karena aku dan kamu berbeda. Berbeda karena aku tidak akan pernah bisa seterbuka dirimu padaku. Hal-hal yang tidak pernah bisa aku sampaikan adalah kejujuranku yang aku kawatirkan akan membuatmu jauh lagi, seperti orang-orang yang lalu-lalang. Padahal aku ingin kamu bertahan lebih lama dari mereka. Simpelnya, aku mungkin sedang takut kehilanganmu.

Berbelit-belitkah? Sepertinya tidak, karena beberapa paragraf diatas adalah hal-hal yang sangat ingin aku sampaikan padamu.

Setelah kalimat ini, aku akan menjadi sangat lega pada diriku karena sudah aku sampaikan meski bukan ke kamu. Setidaknya kalimat-kalimat diatas tidak hanya ada di kepalaku saja di dunia ini. Setidaknya terekam di halaman ini, halaman yang aku harap tidak pernah kamu buka, tentu saja.

Demikianlah aku habiskan malam-malamku dengan air mata dan tanpa tawa untuk menyampaikan ini dengan beratnya, dan aku berdoa kamulah yang Tuhan anugerahkan tawa lebih banyak dariku di tahun ini. Semua mimpimu aku harap bisa satu per satu kamu gapai di tahun ini. Segala pikiran yang berputar di kepalamu bisa satu per satu kamu redakan, setidaknya aku berdoa demikian menggantikan keberadaanku secara fisik untukmu.

Semoga kamu bisa menabung, semoga bisa segera hidup tenang, semoga bisa menemukan kedamaian dalam pilihan-pilihan hidup yang mantap tanpa perubahan rencana dan tanpa kebingungan.

Halo kamu.

Kumenulis di halaman ini berharap dengan sangat kamu tidak akan pernah membacanya.