2 Jun 2016

Surat untuk Abah

Assalamualaikum Bah..

Lama ga ketemu Abah, fiya kangen.
Kangen yang entah bagaimana menggambarkannya. Kangen yang kalau fiya utarakan langsung, pasti Abah komen, "Mbak kok cengeng, nggak malu apa dilihat Adik.."
Dan fiya akan tetap menangis, lari kepelukan Abah, tidak peduli seberapa basah nanti fiya bikin kaos Abah oleh air mata ini.

Bah, fiya sedang sangat amat sedih.
Mungkin Abah kalau fiya ceritakan cuma akan komen, "halah Mbak.. apa seh," yang sejujurnya hanya ingin menunjukkan betapa lemahnya fiya..apalagi jika Abah masih ada.

Iya, jika Abah masih disini.

Bah, entah kenapa ya, semua orang yang mendengar cerita fiya, menganggap fiya baik-baik saja..?
Apa mungkin karena fiya berharap, saat ini fiya hanya akan terlihat lemah di mata Abah. Iya sih, fiya hanya ingin menjadi lemah dipelukan Abah.

Abah, fiya kangen 😢

Di hidup yang makin berat ini, jujur fiya makin sulit melangkah. Dan hanya bisa berangan, kalau Abah ada, Abah yang semangatin fiya dari belakang. Abah akan selalu ada dengar cerita dan keluhan fiya.
See? Betapa lemah fiya Bah.

Fiya yakin, walau dulu Abah meninggalkan kami saat fiya belum paham sama sekali apa artinya hidup dan menjalani hidup, fiya yakin sekali Abah sudah menanamkam pelajaran kuat dan teguh hati itu pada fiya.
Banyak hal tersirat yang fiya pahami, dimana dulu saat Abah ada, fiya masih menelannya mentah-mentah.

Abah adalah role model fiya. Fiya harus bisa sekuat Abah. Abah pernah tanamkan pada fiya, jika kamu merasa lemah, sadarlah bahwa Allah sedang menilai dan mengujimu lebih dari yang lain. Karena di mata Allah, kamu kuat menghadapi ujian itu.

Sabar dan yakin, juga jangan pernah menyakiti hati Mama. Itulah yang Abah selalu tanamkan.
Dan..
Malam ini, semua pelajaran itu diulang lagi dikepala fiya. Saat fiya kangen Abah dan sangat butuh sosok Abah disini.

Fiya sedang lemah, sedang kalah menghadapi ujian yang diberi Allah. Dan sosok Abah hadir, dalam tangis fiya yang mengulang semua memori fiya dengan Abah.

Semoga Abah selalu ada disini, dihati fiya. Selamanya.
Hanya raga Abah yang kini tak dapat fiya rasa. Tapi didalam sini, di sudut luas hati fiya, Abah hidup selamanya.
Selama-lamanya.

Abah, fiya kangen.