..kau tidak akan memahami segala sesuatu sebelum membiarkan salah satu indera mengenalinya..
28 Nov 2009
Keretaku
entah apa yang ku pikirkan,
sehingga aku tak ikut bersamanya pergi meninggalkan kota ini,..
keretaku terus melaju,
dan aku masih tak tahu, mengapa aku terdiam saja disini,
dan menuliskan kepergiannya pada sebuah sajak pendek ini..
tapi seharusnya aku pergi bersamanya,
pergi menuju kota itu,
mencari penjelasan atas semua pertanyaan yang berputar,
mengambang di otakku..
seharusnya aku duduk tenang didalamnya,
menikmati setiap jengkal badan besi keretaku,
menikmati perjalanan yang dia bawa kepadaku,
untuk menuju ke kota itu..
namun aku masih disini.
bertanya apakah memang aku harus pergi bersama keretaku..
apakah memang aku harus menjadikan itu sebuah pilihan bagiku,
untuk hari ini,,
membiarkannya pergi,
berarti aku tidak memilih pilihan ini..
berarti aku tak memilih dia,
dan membiarkan hatiku pasrah dengan keadaan yang ada..
aku masih berharap,
esok masih ada lagi keretaku,
menunggu disitu,
ditempat biasa dia menjemputku,
dan membawaku pergi ke kotanya..
20 Nov 2009
Uhm..
Semudah apa yang akan kau berikan padanya
Cinta tidak seringan debu
Aku tahu…meski belum kumerasakan
Jika kau terlalu mengharap bintang ‘tuk datang
Tidak merasakah kau terlalu munafik ?
Dasar sombong,
Cintamu tak sekuat itu dapat memutar balik arah bulan
Meski hatiku setinggi bayangan
Cinta itu menular
Semudah itu kau memakiku
Kita lihat, bagaimana aku nanti merubah dunia
Dengan kedua tanganku
Entah bagaimana, laut samuderamu ‘kan kujelajahi
Cintaku akan tumbuh segar di puncaknya
Waktu yang Berjalan
Aku dapat buktikan tak semua orang sedih hari ini
Jika tempatku berpijak tak runtuh
Hangat pagi membuat semua bersemangat
Walau sore hujan… itu masih ada
Aku yakin, bintang mendoakan pelangi
Dikawal awan yang bergerak tak berhenti
Semangat yang kulihat terus membara sampai itu tiba
Pagi itu tiba,
Aku tetap berdoa esok ada untukku
Esok ada untukku
Untuk waktu yang sia –sia hingga saat ini
Esok ada untuk semua semangat
Ada untuk orang – orang yang masih ingin kulihat
Ada untuk jiwa – jiwa yang lahir masa depan
Hakekat sebuah perjuangan
Tujuan hidup
Bukan hanya ‘tuk esok
Jangan getir jika kau tak dapat artikan hidup
Semua hanya waktu yang terus berjalan
Waktu yang terus berjalan
Hai..
Hai kau beri aku sesuatu yang melelahkan
Napasku ‘kan berat seiring pikiran yang terus berputar
Dulu aku tertarik dengan segala kelebihanmu
Hal yang **** pula membuatku jatuh bersimpuh di hadapmu
Apa kelelapan malam ‘kan menghisap rasa ini ?
Aku sudah cukup lelah ‘tuk belajar mencintai
Saat kuhela waktu perlahan menyudutkanku
Dapatkah kuminta tolong pada bulan ?
Atau bintang yang dengan acuh berpaling dariku ?
Tertahan desah napas ‘tuk sesaat
Berat terasa ‘tuk lagi merindu, kasih, atau ****** padamu…
Rasa ini terus menekan.. sesak.. sakit..
Jika bulan yang begitu ***** kagumi cinta
Bulan, kau letakkan dimana wajah itu ?
Tunjukkan padaku
Aku tak akan peduli padanya lagi
Aku Rindu Pagiku
Aku ingin seperti matahari
Sendiri saja di hadapan bumi ini
Tapi apa matahari punya cinta ?
Apa dia punya hati ?
Sesuatu yang selalu ingin disayangi
Tidak, matahari adalah matahari
Aku ingin menjadi gunung
Tegar, kuat melawan tempaan badai sekalipun
Tapi, apa gunung punya rasa iba ?
Adakah dia punya kasih sesama ?
Hal yang jiwa bening ingin miliki
Mereka tidak memilikinya
Lalu, aku harus jadi apa ?
Jadi – seperti – apa ?
Ah, bagaimana kalau jadi pohon ?
Berguna walau kadang hal itu membebani dirinya sendiri
Membebani dirinya sendiri… hh…
Tidak adakah yang ingin jadi debu ?
Bergerak ke sana kemari
Ikuti arah angin yang tidak akan berhenti
Apa… apa gunanya debu ?
Dia merugikanmu
Tidak, bukan debu
Ehm… kalau angin ?
Dia tidak akan berhenti sejenak di sini menikmati hidup
Karena dia sendiri masih terus mencari jati dirinya
Apa lagi ? bintang ?
Kenapa hanya dalam kegelapan saja kau terlihat ?
Tidakkah kau rindu pada terang dan sejuknya pagi ?
Aku suka pagiku…
Seperti buliran darah, terus mengalir
Aku ’kan selalu rindu pagiku
Mana pernah aku berharap seperti bintang ?
Suatu saat bintang akan jatuh
Entah kapan dia ‘kan kembali lagi
Pernah berpikir jadi ombak ?
24 Apr 2009
Desa di Balik Awan (Ngadas, Poncokusumo-Malang)
salah satu mata kuliahku semester ini, sejarah dan preservasi kota, membahas tentang upaya pelestarian kawasan.. jujur, untuk menentukan judul awal tugas besar yang akan diambil, kami cukup kesulitan. karena pak antariksa selaku dosen penanggung jawab mata kuliah ini memberikan beberapa persyaratan, yang salah satunya adalah tidak boleh mengambil dari judul skripsi mahasiswa brawijaya yang telah ada. kami bingung, karena rata-rata tempat yang butuh dilakukan perencanaan pelestarian di wilayah malang sudah hampir-hampir habis.
namun ketika suatu hari saya iseng browse di internet mengenai keberadaan desa adat, ditemukan sebuah desa bernama Ngadas. saat pulang aku bertanya pada ibu letak desa ini, dan wah ibu mewanti-wanti agar tidak mengendarai motor ataupun membawa motor saya menuju tempat ini. huff, timbul banyak sekali pertanyaan dalam benak, karena dari kami berlima (anggota kelompok tugas besar) tidak ada satupun yang pernah mengunjungi desa itu.
setelah pengurusan surat di kantor bupati selesai, aku dan Lita berniat untuk berangkat menuju desa Ngadas untuk mengirimkan surat ijin survey sekaligus mengurus segala akomodasi selama kami nanti berada disana. namun ketika sampai dikantor kecamatan poncokusumo, semua pegawai kantor melarang kami untuk berangkat ke desa Ngadas. alasannya saat itu adalah kondisi cuaca yang buruk, dan akses jalan menuju desa ngadas sangat berbahaya terutama karena kami hanya berdua, wanita pula. namun dari kunjungan kami ke kantor kecamatan itu, kepala desa Ngadas telah mengetahui keberadaan beberapa mahasiswa brawijaya yang ingin melakukan survey di sana melalui alat komunikasi HT yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan para perangkat desa seluruh poncokusumo yang servernya memang di kantor kecamatan.
h-2 kami berangkat survey, disepakati bahwa kami akan menginap sehari disana. namun sampai h-2 keberangkatan, kami belum juga bisa menghubungi perangkat desa Ngadas satupun guna mengurus akomodasi. akhirnya setelah berulangkali rapat, diputuskan bahwa harus ada yang berangkat ke Ngadas besok hari untuk mengurus akomodasi selama disana.
esoknya, h-1 bertepatan dengan hari jumat, aku Lita dan Abdus (yang meskipun bukan anggota kelompok kami, namun dia mau membantu) bertekad naik ke Ngadas. dan tidak seperti gambaran yang diberikan oleh para pegawai kantor kecamatan kemaren, jalan menuju ngadas tidak seburuk yang kami bayangkan. jumat itu kami bertiga disana menemui bapak carik untuk mengurus akomodasi. setelah beres, sekitar adzan ashar kami kembali ke Malang.
esoknya kami berjanji untuk datang pukul 7 pagi di depan BCA Tumpang, kami naik pick-up yang kami sewa untuk mengantar dan menjemput kami dari Ngadas. perjalanan kurang lebih satu jam, dan kami sungguh menikmati pagi itu. (minus one fotonya, aku, hehe)
ketika tiba di Ngadas, kami hanya bertemu dengan kepala Dusun Ngadas yang memberi kami sedikit arahan untuk melakukan surve, sekaligus membicarakan akomodasi. pukul 4 sore kami berencana untuk berkunjung ke rumah Pak Ngatrulin, dukun adat Desa Ngadas yang dihormati. untungnya ada 2 kawan (tito dan kurnia) yang paham akan bahasa Jawa, karena pak Ngatrulin sendiri tidak begitu fasih dalam berbahasa Indonesia, maka kami sepakat untuk mewawancarainya dengan bentuk percakapan bahasa jawa kromo-inggil. sesil bertugas sebagai perekam percakapan, sementara aku dan lita sibuk memfoto dokumen yang dimiliki beliau, serta memfoto struktur bangunan rumah Pak Ngatrulin yang kami anggap sudah berumur namun tetap kokoh sehingga perlu dilestarikan. ini adalah foto beliau.
malam beranjak datang ketika kami selesai mewawancarai bapak dukun adat. kami pamit undur diri untuk sholat magrib dan begitu keluar dari rumah, kami kaget dengan suhu udara yang sangat rendah. aku dan beberapa kawan sempat terkagun-kagum dengan keadaan ini. namun beginilah kondisi yang ada di Desa Ngadas, desa tertinggi di Pulau Jawa, dengan ketinggian wilayahnya yang berada pada 2500m dpl. bayangkan betapa dinginnya. jaket jurusan PWK yang aku bawa tidak mampu menghalangi udara yang menusuk ini. selang waktu menuju isya, kami balik ke rumah warga tempat kami menginap.
kegiatan kami lanjutkan esoknya. survey persil lita, survey utilitas, dan berbagai survey kami targetkan selesai dalam satu hari itu. tak lupa kami berfoto kelompok bersama, sekedar mengabadikan keindahan desa Ngadas, dengan view puncak semeru di timur desa, sungguh indah pemandangan disini. lita berkata, mungkin dia akan mengambil skripsi di desa ini. dan aku, tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu untuk ikut bersamanya kesini lagi.
desa yang masih menjaga kemurnian adatnya. desa dengan tiga jenis perbedaan agama yang mayoritas (Budha, Islam, Hindu) masing-masing menjaga kerukunan dan sikap menghargai yang bermuara pada kesatuan suku Tengger. desa yang penuh dengan kearifan lokal. desa dengan panorama alamnya yang indah dari segala penjuru mata angin. desa di balik awan. Ngadas.
gunung semeru menjulang di titik timur
pemukiman di Desa Ngadas
wihara dan diatasnya terdapat punden untuk upacara adat
pola tanam Desa Ngadas, ada yang janggal?
wajah mereka,,
21 Apr 2009
Save My Last For Jogjakarta
semester yang berat emang, tahun ketigaku ini. semua hal seperti memuncak disini. kuliah yang padat, studio yang rumit, dan juga semua tugas membebani. yah, memang bukan aku saja yang merasa seperti ini.. tapi siapa yang gak bosan dengan model rutinitas seperti ini??
kebetulan setelah perdebatan panjang yang melelahkan akhirnya studio perancangan kota 2009 untuk angkatan kami ini (perencanaan wilayah dan kota Brawijaya 2006) adalah kota Jogjakarta.
jujur aku sebenarnya sedikit tidak setuju dengan tujuan kami ini, aku pribadi berpikir pasti orientasi kawan-kawan adalah belanja,belanja dan belanja.. huhu sudah terjadi tapi, mau diapakan? hehe.
jadwal awal, kami akan berada disana selama kurang lebih sepuluh hari. wow, waktu yang cukup lama buat aku meninggalkan rumah, itu. namun aku yang kebetulan semester ini tidak memegang jabatan sebagai koordinator apapun (gantian ama yang lain ya buuuk! kata pak kutang) hanya bisa mengelus dada saja, dan menerima apapun keputusan teman-teman.
kami menyewa 2 bus kampus. 1 bis besar full AC dan musik (aku duduk di bis ini), dan 1 bus kecil tanpa AC. sopir bis memutuskan untuk lewat Kasembon, walhasil bis belakang yang tidak ada AC-nya penuh dengan kawan-kawan yang mabok darat, hehe maklum kami biasa naik motor kemana-mana daripada naik bis. baru pertama kali ini survey studio kami sejauh ini. malang-jogja.
yah, kita tiba di jogja. aku pribadi merasa kepanasan di kota ini. hehe, maklum orang daratan tinggi.
survey sudah mulai dilakukan oleh semua kelompok pada hari itu juga. yaa sekalian jalan-jalan, kata mereka. hehe, bener kan apa aku bilang. orientasi berada di kota ini adalah bersenang-senang. hmm, untung aku masih bisa ikut menikmati.
kebetulan setelah kocokan yang kami lakukan sebelum berangkat, aku dan kelompok studio perancanganku mendapatkan studi kawasan untuk Kawasan Pecinan Ketandan. kawasan ini berada di timur jalan ahmad yani, yang merupakan jalan malioboro bagian selatan. dengan kata lain, setiap hari aku dan kelompok perancanganku survey persis di tenggara malioboro, kawasan perdagangan internasional yang paling terkenal dari jogjakarta. hari pertama tiba kami sudah menyempatkan diri mengunjungi kawasan Ketandan. sehingga untuk survey hari selanjutnya tidak ada yang nyasar lagi seperti hari pertama.maklum, kebebasan yang kami punya dengan membawa kendaraan sendiri memberi kami kesempatan untuk bisa berjalan-jalan putar kota..termasuk juga kesempatan untuk nyasar dan tidak tahu jalan pulang kembali ke penginapan, hehehe.
aku sempat mengunjungi banyak tempat. itu kulakukan bersama kawan-kawan kuliah ini, bersama anggi (aku memanggilnya njink) sahabatku sejak SMP yang sekarang menjadi mahasiswa arsitek UGM, dan juga handi..ehm, dia gak perlu dijelaskan.
mungkin buat teman-teman dari jogja atau yang pernah mengunjungi taman sari keraton tidak mengetahui keberadaan gerbang ini. tapi jika kamu sudah masuk taman sari, lihatlah ke arah utara sekitar 50 meter ada reruntuhan tinggi gerbang masuk. gerbang ini sudah beratus tahun tidak digunakan sebagai jalan masuk ke taman sari..sekelilingnya pun sudah menjadi pemukiman abdi keraton. di utara gerbang adalah pasar hewan. nah, bagi teman-teman yang tau dimana pasar hewan dekat keraton, pasti dapat menemukan tempat ini.
aku juga sempat mengunjungi tugu jogja bersama salah seorang teman kuliahku, sesil. sengaja kami mengunjungi tempat ini tengah malam agar jalanan sepi dan kami bisa berfoto-foto.
rencana awal kami yang akan menginap di jogja selama 10 hari mundur menjadi 7 hari. hal ini dikarenakan perhitungan pengeluaran kami yang lebih besar dari anggaran. kami pulang dengan 1 bis, sementara teman-teman yang lain naik sepeda motor malang-jogja. bisa dibuktikan ketangguhan angkatan '06 planology brawijaya ini kan..hehe. untung saja survey kelompok Ketandanku sudah selesai tepat hari ke-6, jadi kami tidak bingung lagi mencari data yang kurang.
terimakasih jogja,,
i'll save the best for you.
luv u kakek, hehe.