7 Feb 2018

Beku Untukku

Sudah satu tahun lebih aku meninggalkan, melesat menjauh dari tempat terakhirku berharap tinggi dan muluk. Ku nikmati putaran rodaku saat ini, bernafas, dekat rumah, di kota kelahiran, rajin membuat status di media sosial, free bird, bahagia... mungkin.
Banyak hal terlewati tak sempat aku utarakan di laman ini.

..dia tlah berdiri, coba berlari..

Sama kok. Akupun tetap --setidaknya merasa demikian-- lesatnya meninggalkan waktu dan segumpal penyesalanku mengapa terlambat sekali aku pergi dari sana.
Membuat luka yang sempat menganga hingga beberapa lembar keluhan aku gugah di laman ini.

Semuanya indah kok, membuatku belajar, makin mengerti. Bahwa masih, harus menerima kenyataaan bahwa :
Aku mendoakan dan merindukan hal yang tak akan mungkin aku menangkan. 
(ingat jelas setelah mencoba mengingat-ingat dan menelaah laman ini)

Aku cukup bahagia dengan apa yang aku jalani sekarang. Meski sebenarnya kebahagiaan apapun tidak dapat digambarkan dengan kata "bahagia". Setidaknya selalu menemukan cara untuk menikmati hari-hari yang berjalan, Aku pun tau apa yang aku lakukan, memahami apa yang aku utarakan kepada orang-orang, Tak lupa mencoba menghargai mereka yang ingin 'mengetahuiku lebih dalam'.. yeah, banyak.

Senang rasanya mengetahui bahwa aku tidak lagi membutuhkan buku diary-ku, yang aku dapatkan dari ulangtahun ke 17ku. Buku itu adalah kado dari Ghea, Puput, dan Anggi..yang kesemuanya teman masa SMA. Senang rasanya karena buku diary sudah sangat lama tergantikan oleh mereka yang hidup dan selalu nampak disekitarku.
Namun adakalanya aku ingin menikmati kesedihan-kesedihan itu sendiri. Mengenang Alm. Abah, Alm. Puzzy, dan mengenang masa-masa berat setahun yang lalu..hingga akhirnya aku pulang. Mengenang motor kesayanganku, Bebiblue, yang sudah waktunya pindah pemilik setelah 10 tahun lamanya kami tunggangi, dan 5 tahun kurang lebih bersamaku di kota sebelah tempatku merantau dan mencari kenangan. Hehe.. lebih nikmat saja, rasa-rasanya..

Mungkin hati ini memang semakin hari semakin acuh pada kepalaku. Sering dia tiba-tiba membuatku terjaga sepanjang malam, kadangkala karena ketakutan.. atau hanya hal-hal sepele yang hilang saat ku tetiba ketiduran. Mungkin ia lelah dengan isi kepalaku yang selalu membuatnya geram. Sifatku yang hampir selalu --dinilai orang-- terlalu baik dan tidak tegaan, merugikan hati. Jarang aku ajak dia jalan-jalan sendiri, persis seperti dulu saat mengerjakan skripsi. Pulang tengah malam hanya untuk menikmati lampu kota, dan duduk sejam dua jam di pinggir bukit bintang, hanya untuk menyapa angin yang membelai wajahku.

Ah.. maafkan aku, hai hati.. kau semakin hari semakin beku. Makin entah bagaimana caranya, makin jauhlah pilihan jalanku dengan ucapan-ucapan mereka semua yang mampir di telingaku tentang :

..berdamai dengan hati..

Sejujurnya pun aku tak pernah suka membiarkan dia membeku, bahkan aku senang sekali saat mengetahui dia menghangat karena obrolan-obrolan remeh di akhir hari dengan karib-karib, obrolan receh sepulang kantor, dan panggilan telepon berjam-jam yang aku tak pernah paham apa kesimpulannya. Begitu menyenangkan, melegakan, membuat padang rumput di halaman rumah hatiku setidaknya kembali hijau, dan basah karena hujan yang membuat nyaman..

Aku rindu sekali membuatnya bahagia.

Semoga masih ada waktu untukku membuatnya bahagia, sehat, tidak gendut sepertiku yang sudah cukup sangat kesusahan mengurangi berat badan karena stress dan polapikir yang tertekan sepanjang waktu.

Semoga masih ada waktu untukku membuatnya hangat.. dan tidak lagi beku untukku.


Ku ketik diatas meja kantor menjelang jam pulang,
Malang, 7 Februari 2018