8 Jun 2020

Ruwet 1

Hidup di lingkungan kerja baru itu memuakkannya adalah: beradaptasi dan terbiasa.
Tidak ada pilihan selain menghadapi dan coba untuk blending dengan kondisi.

Gak tahu di tempat lain bagaimana ya, untuk hitungan seorang yang bekerja lebih dari dua tahun di tempat yang sama, harusnya sih aku sudah terbiasa menghadapi tabiat dan kemauan orang-orang di atas ku secara struktur pekerjaan. Tapi entah kenapa kok untuk yang ini, aku kadang belum bisa.

Ini masuk tahun ketiga ku disini. Berbagai macam model orang sudah ku temui. Orang-orang yang se pekerjaan denganku memang memiliki tabiat berbeda-beda. Caraku melihatnya? Membiarkan mereka membuka mulut lebar-lebar, berteriak sesukanya. Hingga puas. Baru aku kerjakan apa yang menjadi bagianku di pekerjaan.

Bidang pekerjaan itu bisa bermacam-macam. Setelah dua tahun bekerja sebagai kepala sebuah divisi, tahun ini bidangku naik menjadi kemanajerial-an. Iya, posisi di kantor ini, karena memang karyawannya hanya kurang dari dua puluh orang, maka kami bekerja dalam tim kecil. Beberapa orang yang strukturnya di bawahku sekarang berjumlah sepertiga dari total karyawan di kantor kami ini.

Kadang lelah sampai merasa ingin resign aku. Tapi selalu aku coba untuk mengingat kenapa aku disini sekarang. Dan keinginan itu urung lagi.
Berulang kali begitu.

Mungkin.. kalau aku memutuskan cerita ke seorang temen yang tidak begitu akrab, dia akan menjawab "masih untung kita ada kerjaan.. temen-temen banyak yang kehilangan mata pencahariaannya masa sulit begini.." dan sederet pernyataan senada lain.
Tapi hal seperti itu bukan hal yang diharap orang untuk didengar. Percayalah.

Sudah dulu deh, tak tidur ya..

2 Jun 2020

Terjuntai Liar

Sudah berjarak kini kaki menapak. Sudah berjuta halaman terlewati.
Akhirnya aku kepingin nulis lagi. Tapi nulis apa?
Kok rasanya di waktu yang segini sempitnya, aku makin ga bisa berpikir harus apa yang dituang dan bagaimana menuangkannya.
Ah menjadi dewasa harus se ribet ini ternyata ya..

Terkadang, bola hitam berisi garis tidak lurus dan tidak beraturan di kepalaku ingin kukeluarkan.
Iya. Ingin sekali rasanya kugambarkan dalam huruf yang terbaca dan bermakna.
Namun, mata ini tak selalu satu tujuan. Dia seringnya ingin mengeluarkan air mata, dan memaksa hatiku yang -entah sebenarnya posisinya dimana?- tetiba meringkuk bersedih. 
Ah sudahlah. Bahkan tubuhku saja sudah menciptakan paradigma lho. 

Baiklah mari kita bersyukur saja, berterimakasih saja, setidaknya ada yang tersampaikan meski tidak sepenuhnya mewakili.

Lugas saja mungkin lebih baik.
Tahun ini bukannya tahun yang buruk, hanya saja satu langkah besar lagi dari pencapaian hidup terlampaui.
Apa? Bukan, aku belum menemukan pengganti "Mas Angkuh" kok.
Aku juga belum mampu membawa Ibundaku berangkat umroh. 
Bukan itu, tapi semoga bisa membawaku ke kedua hal itu.

Iya, aku naik jabatan.
Selangkah naik, dan sejajar dengan orang-orang yang mengabdikan dirinya lebih lama di tempat berkarya ini.

Apa aku bahagia?
Sejujurnya aku tidak bisa menjawab pertanyaan ini, jika alasan pertanyaannya adalah perubahan jabatan.
Tapi, iya.. Puji Tuhan. Setidaknya ada yang mulai bisa aku sisihkan semenjak langkah naik itu ditempuh.
Ada yang mulai bisa aku kesampingkan demi Beliau. Ada hal-hal yang mulai aku bisa lupakan untuk terus pikir karena kesibukanku ikut bertambah seiring tugas yang datang bersama dengan jabatan itu.

Semuanya berubah seiring waktu. Semuanya makin terlihat rumit dan mulai dihalangi dari sana dan sini.
Di lain sudut pandang, semuanya makin terbuka. Semuanya makin jelas seiring dengan kewenanganku memutuskan dan menjalankan.

Sejujurnya, aku tidak pernah merasakan selelah ini sebelumnya.
Atau mungkin memang belum terbiasa saja?
Atau mungkin memang aku harus "menerima dan nantinya membiasakan" nya saja?

Makin kesini, makin banyak pertanyaan yang sepertinya sih bisa aku jawab dengan sesukaku karena wewenang itu. Namun jujur, aku takut melangkah jauh.
Aku benci melihat yang tidak seharusnya.
Aku benci melihat orang-orang menyalahi norma. 
Aku benci melihat aku harus mengorbankan waktu dan tenaga, hingga berkali-kali hanya bisa bergumam "ya sudah, memang begitu mau gimana? Ikhlaskan saja.. urusi pekerjaanmu sendiri"

Mungkin saja...kebencian itu yang membuatku selalu lelah.
Iya, karena benci butuh tenaga. Ternyata demikian.

Seketika aku merindukan kebahagiaan yang bisa aku ciptakan sendiri.
Aku rindu dengan kebahagiaan tanpa campur tangan atau pemberian orang lain, bahkan aku rindu bekerja dengan sistem yang lama..yakni tanpa sistem. 
Benakku menjuntai liar kemana-mana. Sulit sekali menemukan bahan obrol di masa sulitku ini.

Bisa dibilang aku benci jabatanku sekarang, bukan benci selamanya, belum jatuh cinta saja.
Bisa dibilang aku lelah berlagak kuat didepan semua orang, didepan tim yang aku pimpin, didepan orang yang biasanya aku ceritakan keluh kesahku seharian.

Aku yang selalu ingin jadi rekan, partner, bukan atasan, lelah berperilaku seperti atasan.
Aku yang selalu ingin jadi teman diskusi, bukan sumber perintah, lelah berperilaku seperti aku yang sekarang.

Semoga perjalanan separuh tahun ini berakhir manis nantinya.
Semoga saja, tugas-tugasku yang ternyata sangat menumpuk bisa segera aku selesaikan.
Semoga saja, aku menemukan Mas Angkuh-ku yang lain, hingga aku bisa berbagi cerita dan omelanku dengannya.

Semoga tahun yang berat bagi seluruh umat manusia di bumi ini, berakhir dengan manis nantinya.