13 Jul 2012

Tentang Kawanku, Tata.

Aku menjumpainya di suatu siang yang panas, diantara ratusan yang lain. Dia melihatku, tahu bahwa ini diriku, tapi aku tak mengenalnya. Kami berjumpa dan saling mengenal di satu siang yang tak penting, mungkin pula sudah dilupakannya.
Tata, itu namanya. Nama yang awam, dan sedangkal aku mengenalnya. Beruntung saja bukan Toto, Joko, Agus atau nama laki-laki lainnya. Karena dari apresiasi pertama, Tata tampak begitu tomboy dan aku seperti berkaca akan beberapa bagian diriku pada Tata. Seperti aku, seperti ini kiranya sekarang.
Tata, seperti yang belum aku ketahui pada dirinya sebelumnya, memiliki banyak kisah dan perjalanan yang berliku. Tidak Normal.
Tampak luar senormal mungkin, namun hidupnya, dan jalan yang dipilihnya adalah hal yang tidak akan kupilih dari segala hal yang diajarkan kepadaku sejak aku merangkak.
Mungkin karena aku mengenal dirinya saat usia ini mulai dituntut untuk bersikap dewasa, sehingga perspektif mulai meluncur kesana dan kemari. Menggunung pertanyaan dibenak ini, yang nanti terjawab dengan sendiri seiring aku mengenal Tata, kawanku itu.
Ceritanya bukan cerita yang didengar oleh banyak orang, namun seketika diketahui berbagai lapisan dan jenis orang. Meski tidak sempurna, tapi aku banyak belajar dari sikap dia melaluinya.

Caranya bertahan..
Caranya mengeluarkan argumen saat bimbang..
Bertahan saat tidak ada yang berpihak padanya..
Perilakunya yang penuh sontak dan kejutan..


Meski tidak ada yang bisa dijadikan teladan -menurut hematku-, tapi aku mengagumi ketegarannya. Kekaguman ini tidak datang dengan sendirinya, Perlahan, dan ketika aku tahu bahwa hidup Tata tidak sesempurna saat umur kami masih berkesempatan untuk memperbaiki apa yang ada dulu, tapi dia berjuang untuk menjadi dia yang dulu. Tata yang hidup saat semua baik-baik saja. Perlahan, aku tahu bagaimana cara bersyukur dan menghargai nikmat dari segala lika-liku hidup. Menikmati jalan yang dipilihNya, jalan yang aku pilih, beserta hambatan yang terlalui. Dia yang menjadi satu dari beberapa acuan besarku bersyukur saat sakit, bersedekah saat merasa sangat tak mampu, mengucap hamdalah saat terundung duka dan bersujud memohon ampun atas salah, juga masalah hidup.
Uraian ini tidak untuk menjelaskan tentang lika-liku hidup Tata.
Uraian ini hanya ingin menggambarkan alasan kenapa aku merindukan sosoknya. Sudah beberapa tahun ini kami tidak berjumpa. Bahkan saat aku berkunjung ke tanah kelahirannya yang selalu dia banggakan saat dulu kami bercanda, kita tak sempat bertemu disana. Sayangnya.
Senang mengetahui bahwa dia baik-baik saja disana, bersama keluarga kecil yang dia bangun dari sisa kekuatan hati. Senang pula dia belajar dan terus belajar untuk mempertebal iman dan ihsan disana, dari sini aku hanya mampu mendoakan yang terbaik untuknya. Amien.